Bahagia setengah mati
Kita berdua bergandengan tangan
melewati tepian danau dengan beberapa angsa yang berenang ditengah danau dan
ada beberapa angsa dibibir danau, angsa-angsa yang bermain dibibir danau
terlihat berpasangan terlihat mereka saling bercanda satu sama lain. Bilang
saja kalau aku salah, bisa jadi angsa itu sedang bediskusi atau berdebat aku
tak tau pasti, aku bukan angsa.
“Angsa nya bahagia?” Tanyamu,
dengan dua pasang mata yang menelanku
“Aku tidak tau, aku bisa bicara
bahasa bebek bukan bahasa angsa” menjawab pertanyaanmu dengan
seaadanya,sebisanya, kau mau mendengar?
Gemericik air pinggiran danau,
tempat aku menenggelamkan diri dua hari lalu, samar, gelap aku tersiksa tak ada
satupun udara, udaranya ada namun diikat air, yang kulihat dari bawah air
seperti itu. Tubuhku dipeluk air tak bisa melawan, aku melihat bayanganmu
berenang memelukku membawa ku ketepian danau, sebuah perkenalan yang buruk.
Aku bukan ikan, aku tak berinsang, bukan pula
katak, aku tak bisa berenang.
Hari dimana kau hadir menarik ku
keluar, sehingga aku bisa lagi mengirup oksigen memasukkannya kedalam rongga
paru-paru, mengeluarkan air dari dalamnya, kehidupan ketiga, kesempatan baru.
Itu hari yang harus kita rayakan, hari paling bahagia, bahagia setengah mati.
Terimakasih untuk penyelamatanmu,
aku mau hidup lagi, kali ini denganmu.
*****
Aku ingin menuliskan bagaimana
rasanya bahagia, bukankah bahagia itu ketika kita bisa saling mendengar,
membicarakan, menatap, mencium, merasakan dan menetap, iya menetap dan tak
pergi kemana-mana lagi, kalaupun pergi, dia akan kembali, karena sudah tau
pasti dimana ia tinggal menetap, aku mau menetap disini, berdua denganmu, kamu
mau?
Bagaimana aku tak bahagia? Malam
ini saja kita menikmati aurora ,
tertidur diantara padang rumput dengan bau kesenanganmu.
“Sedang apa kita disini sayang?”
Tanyamu
“Mengitung bintang” Jawab ku tanpa perlu menoleh ke arah mu, kamu
juga sedang sibuk dengan dirimu, sibuk memandangai langit tanpa pengahalang,
aku menatap barisan bintang, menghitung dengan telunjuk kanan, setelahnya aku
melihat kekanan kau sedang melihat kekiri, kita bertatapan lagi, lebih lama.
“Aku mau sampai pagi disini”
Pintamu
“Kalau begitu aku mau temani
kamu” aku menjawab dengan sekali hembusan nafas. Kali ini biarkan aku yang
memenuhi mau mu, bukan hanya kali ini tapi sampai nanti, sampai pagi, atau
kalau tak ada kabut malam ini, biar saja aku temani sampai saat kita senja,
menunggu senja sambil berdansa denganmu? Hal itu yang akan menjadikan aku bahagia setengah mati.
*****
Aku
bukan angsa, bukan juga jenis hewan lainnya, aku hanya yang mencintaimu, mau
menetap dihatimu, bukan hanya saat hujan aku berteduh tapi kapal besar yang
sudah ribuan kali menantang ombak dan badai ini sudah ingin berlabuh,
kuturunkan jangkar didanau kemarin, ditempat ku menenggalamkan diri. Agar kamu
bisa ikut ke kapal yang telah kubawa berlayar jauh, dan lebih dekat dengan
cerita-ceritaku.
Temui aku lagi sore ini, kita mengukur bulan, karna bintang sudah habis kita hitungi malam tadi, jumlahnya
sebanyak detik yang akan aku beri untukmu.
“Ganteng kamu sore ini, kita ke
Danau lagi?” gadis dengan gaun putih menatap kemeja lengan panjang ku, kemejaku
berwarna putih juga, mencocokkan dengan gaun putih terusannya itu.
“Kalau kamu tak berkeberatan” kusambut lembut tangannya
dalam genggamanku.
“Aku tak ingin sore yang
terlewati tanpa kamu, aku tak mau pagi hadir tanpa kamu, aku takut malam tanpa
kamu” mata sang gadis menyiratkan ketakutan, melukiskan kalau hari-hari tak mau
dilewati dengan menanti, dia mau aku, pasti !
“Aku takkan pergi, karna di
sampingmu, aku bahagia setengah mati” menenangkan kah jawabanku ini? Kalau tidak
mari bersimpuh dengan tangan memohon kepada pencipta kita, berdoa.
*****
Mengukur bulan.
“Bagaimana caranya?”
“Kita ukur dengan tali ini” aku
menunjukkan tali laso yang sudah kugulung sedemikian rupa, dia tertawa, katanya
aku orang gila.
Tali laso kuikatkan diantara kami
berdua, mengikat kamu dan aku semakin erat, sudah kita tak bisa saling lepas. Bulan
telah kami ukur sebelumnya, diameternya selebar piring makan kami sore tadi.
*****
“Kenapa kamu tenggelam di danau?”
“Aku? aku menghindari badai kemarin hari”
“Kamu menghindari badai,
menenggelamkan diri, tapi Sekarang sudah tak badai, sudah berlalu”
“Iya air danau sudah tenang, tak
ada gelombang, seperti kemarin”
Kamu sudah
memperbaiki semuanya, kamu seperti montir yang merakit ulang bagian-bagian
hatiku, merapikan nya kembali, mengganti bagian yang rusak dengan hal-hal baru,
ketika kamu membongkar jantungku aku juga memperhatikanmu, bius nya tak bekerja
baik, kulihat kau menjahit beberapa bagian, dan meredam segala sakit hanya dengan
kedipan mata, kamu selalu seajaib itu?
Kamu sudah
hadir menyelamatkan, menemani, dan minta ditemani, minta ditinggali lebih lama,
tenang aku akan bersarang disana dengan rumput dan daun kering yang kupunguti
dijalan pagi tadi sebelum berpuisi, kau yang beruntung menemukanku? Atau aku yang tengah bahagia di temukanmu? Kita
didalam keduanya kita bisa bahagia dengan irama dan waktu yang sama.
Apa lagi ?
Menghitung
bintang sudah
Mengukur bulan sudah
Mengikatkan dirimu lebih dekat sudah
Yang
belum
Melukis mimpi
Mencium nada musik
Menangkap mitos
Menggauli cinta
Membukukan udara
Memotret rasa bahagia
Apa lagi?
Bantu aku, kita punya seumur hidup
untuk melakukan banyak hal.
Bagaimana aku tak bahagia
setengah mati, dalam penulisan ini pun aku bahagia, seseorang paling bahagia
didunia, melakukan banyak hal berdua, aku bukan orang gila, bukan orang dengan
jiwa terluka, aku orang tua dengan kau yang menemani menunggu lupa.
Menolak pagi
Mengingat senja
Menidurkan malam denganmu
Aku bahagia
setengah mati setelah sebelumnya hampir mati, terimakasih sudah hadir dan menemani,
aku selalu mengingat semuanya, mengingat apapun tentangmu yang menyelam
menyelamatkanku dari kematian.
Hari
ini, besok dan seterusnya aku orang paling bahagia.
No comments:
Post a Comment